Tuesday 18 November 2014

Bahasa-Bahasa di Minahasa [1]

WARISAN DAN KEKAYAAN BUDAYA YANG TERABAIKAN
Oleh F.S. Watuseke



Di Minahasa terdapat delapan jenis bahasa daerah yang masing-masing mempunyai penutur bahasa di wilayah-wilayah tertentu. Kecuali bahasa-bahasa daerah ini terdapat juga bahasa-bahasa daerah lain yang dipakai oleh orang-orang pendatang yang berasal paling utama dari daerah-daerah tetangga, seperti Bahasa Sangi, Bahasa Talaud, Bahasa Bolaang Mongondow, Bahasa Gorontalo dan lain-lain.
Bahasa resmi yang dipergunakan di kantor-kantor, sekolah-sekolah, gereja-gereja dan lain-lain pertemuan adalah Bahasa Indonesia. Di samping itu terdapat lagi bahasa Melayu, Minahasa atau juga disebut Melayu-Manado. Bahasa ini merupakan bahasa pengantar antar sub-etnis di Minahasa. Bahasa ini hanya merupakan bahasa percakapan, lisan dan bukan merupakan bahasa tulisan. Bahasa ini pada mulanya hanya dipakai oleh orang-orang Borgo yang menempati beberapa desa di pantai Minahasa seperti Manado, Kema, Tanawangko, Amurang, Likupang dan Belang. Bahasa ini agaknya dibawa oleh orang-orang Borgo dari Maluku-Utara dalam hal ini Ternate, bahasa yang dikenal dengan nama Bahasa Melayu-Maluku.
Hal ini jelas nyata sekali pada perbendaharaan kata-katanya yang mengandung banyak kata-kata Ternate. Bahasa Melayu yang dipergunakan di sekolah-sekolah pada abad yang lalu dan kemudian juga dalam surat kabar Tjahaja Siang yang terbit pada abad yang sama adalah Bahasa Melayu, bahasa yang dipergunakan oleh pekabar-pekabar Injil Protestan di Minahasa, Bahasa Melayu Minahasa ini tidaklah sama dengan bahasa Melayu Minahasa atau bahasa Melayu Manado yang merupakan bahasa lisan atau percakapan oleh orang-orang Borgo yang kita sebut di atas.
Bahasa Melayu lisan ini kemudian menjadi Bahasa Pengantar di Manado dan lama-kelamaan orang kota Manado meninggalkan bahasa daerahnya dalam hal ini Bahasa Tombulu’. Dari kota Manado-lah Bahasa Melayu Manado ini mulai menyebar ke daerah Minahasa, dan juga menyebar ke ibukota-ibukota daerah-daerah di Sulawesi Utara, melalui pedagang-pedagang, orang-orang bersekolah, pegawai-pegawai baikpun negeri atau pun swasta dari atau ke Manado ke kota-kota lainnya di luar Minahasa di Sulawesi Utara Tengah.
Dengan demikian Bahasa ini merupakan bahasa penghubung antar suku di Sulawesi Utara Tengah. Olehnya juga kita lebih cocok menamainya bahasa Melayu-Manado daripada bahasa Melayu Minahasa.
Dalam Bahasa Melayu-Manado terdapat kata-kata asal bahasa Portugis seperti lenso  “saputangan”, forsa “tegap kuat”, flesko “botol persegi”, asal bahasa Spanyol sombar “bayang”, tripang “usus”, fastiu “bosan”, asal bahasa Belanda floit “siul” suling, Mandak “Senin”, taflak “kain alas meja”, flao “pingsan” dan dari bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Minahasa, kawanua “orang sekampung”, kalakeran “milik banyak orang” komunal, tinutu’an “bubur Manado” dan asal bahasa Ternate dodoku “jembatan”, cirri “jatuh”, oko “dagu” dan lain sebagainya.
Bahasa-bahasa Minahasa adalah bahasa-bahasa daerah yang asli yang terdapat di Minahasa, yang terdiri dari Bahasa Tondano, Bahasa Tonsea, Bahasa Tombulu’, Bahasa Tontemboan dan Bahasa Tonsawang.
Selanjutnya terdapat Bahasa Bantik, Bahasa Ratahan, dan Bahasa Ponosakan. Bahasa Tondano, Bahasa Tombulu’ dan Bahasa Tonsea’ disebut orang juga bahasa-bahasa Minahasa Utara dan menurut penelitian termasuk bahasa-bahasa yang sangat kerabat satu dengan yang lain. Bahasa Tontemboan dan Bahasa Tonsawang disebut Bahasa-Bahasa Minahasa Selatan.
Kedua bahasa ini masih juga kerabat dengan ketiga bahasa tersebut tadi, akan tetapi agak lebih jauh jaraknya, sama saja dengan jarak antara Bahasa Tontemboan dan Bahasa Tonsawang. Hal ini lebih jelas kita lihat dalam diagram seperti berikut :

Bahasa Bantik dan Bahasa Ratahan menaruh persamaan dengan Bahasa Sangi, sehingga kedua bahasa itu dikelompokkan pada bahasa Sangi. Bahasa Ponosakan menaruh persamaan dengan Bahasa Bolaang Mongondow, sehingga bahasa itu dikelompokkan pada bahasa Bolaang Mongondow. Akan tetapi semua bahasa-bahasa yang disebutkan tadi dikelompokkan pada keluarga bahasa Filipina.
Bahasa Tondano dipergunakan orang di wilayah keliling Danau Tondano di bagian Barat, bagian Selatan dan bagian Timur sampai di pantai Timur. Bahasa Tondano terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek induk Tondano, dialek Kakas dan dialek Rombokan.
Dialek yang terbesar dalam wilayah dan jumlah penutur terdapat dibagian Utara, yakni di kota Tondano dan sekitarnya atau dengan pendek disebut kecamatan Tondano, selanjutnya di kecamatan-kecamatan Eris dan Kombi.
Kemudian terdapat dialek Kakas yang penuturnya merupakan penduduk kecamatan Kakas dan dialek Rembokan yang penuturnya merupakan penduduk kecamatan Rembokan.
Selanjutnya penutur bahasa Tondano dengan dialek-dialeknya terdapat di Minahasa Selatan di kecamatan-kecamatan Tompaso’-Baru dan Modoinding, yakni penutur dialek induk Tondano terdapat di desa-desa sebagai berikut : Pinaesaan, Kinalawiran, Kinaweruan, Liningaan, Bojonegoro, dan Dialek Kakas di desa Temboan atau Polimaan dan dialek Remboken di desa Kinamang. Kesemuanya terletak dii kecamatan Tompaso-Baru. Di Kecamatan Modoinding terdapat penutur dialek Kakas di desa-desa Wulur-maatus Palolon, Makaaroyan, Pinasungkulan, Lineleyan dan penutur dialek Remboken di desa Sinisir dan Kakenturan dan penutur dialek induk Tondano di desa Mokobang.
Dialek induk Tondano “raa”, dialek Kakas “daha” dan dialek Remboken “ndaha” ‘darah’; Tondano “talinga”, Kakas lunteng dan Remboken lunteng “telinga”. Jikalau Tondano dan Remboken memakai sisipan -in-, maka Kakas memakai awalan ni-, dalam arti telah selesai melakukan, perfektum.
Bahasa Tonsea’ dipergunakan orang dibagian Timur Laut Minahasa, dan wilayahnya merupakan wilayah yang agak luas, kecuali di pulau-pulau di sebelah Utara dan Timurnya, yaitu di pulau-pulau Bangka, Talisei dan Lembeh.
Pada tahun-tahun dua puluhan dari abad ini orang-orang dari Tondano dan sekitarnya datang membuka perkebunan di sebelah Utara dan Timur Gunung Dua Sudara dan Gunung Klabat, dalam hal ini di sekitar desa sekarang Danowudu’ dan Duasudara.
Bahasa Tonsea terdiri atas dua dialek, yaitu dialek-induk Tonsea’, yang dipergunakan di sekitar Ibukota Airmadidi, Tatelu dan Minaweret dan dialek Kalabat-Atas yang dipergunakan di sekitar Maumbi dan Likupang.
Dalam dialek induk Tonsea terdapat kata wed-wed “dada” dan dalam dialek Klabat Atas werwer. Tonsea dani’na “daun”, Kalabat Atas rari’na. Tonsea dida  “lidah”, Kalabat Atas lida’, Tonsea’ doud “Air”, Kalabat Atas dour dan Tonsea’ kudo  “putih”, Kalabat Atas puti, Tondano “kulo”.
Bahasa Tombulu’ dipergunakan di Minahasa bagian Barat-Laut sampai di pantai Barat bagian Utara Minahasa. Bahasa ini berpusat di Tomohon, Sarongsong, Kakaskasen, Tanawangko’ sampai sebenarnya di inti Kota Manado, akan tetapi di kota Manado penutur telah beralih menggunakan bahasa Melayu-Manado tahun-tahun tiga puluhan dari abad ini, sekitar 90 tahun lalu.
Bahasa ini yang  merupakan bahasa pertama yang dikenal oleh para pendatang, orang Barat, oleh karena bahasa ini dipergunakan di kota Manado sejak semula. Istilah-istilah dalam pemerintahan Minahasa, dalam peradilan, hukum, agama alifuru dan lain-lain semua berasal dari bahasa ini, seperti mapalus, kawanua, kalakeran, waruga, walak, empung, pasini, posan, walian, individual, pemuka agama Alifuru, pemimpin agama di kebun, tonaas dan lain-lain yang berarti gotong-royong, teman sedesa, komunal, peti kubur batu, distrik, Allah, keramat berasal dari bahasa Tombulu’ demikian juga dengan istilah kesenian seperti maengket, marambak dan lain-lain. Dalam Bahasa Tombulu terdapat dua dialek besar yakni yang memakai awalan “ni” dan memakai sisipan “ni” dalam arti perfektum.

Yang pertama terdiri dari dialek-dialek Tomohon Sarongsong, Tombariri dan yang kedua terdiri dari dialek-dialek Kakaskasen, Klabat Bawah (Paniki Atas dan Paniki Bawah) dan Aros (Kamangta, Sawangan). [besambung ke bagian 2]…

No comments:

Post a Comment