WARISAN DAN KEKAYAAN BUDAYA YANG
TERABAIKAN
Oleh
F.S. Watuseke
Di
Minahasa terdapat delapan jenis bahasa daerah yang masing-masing mempunyai
penutur bahasa di wilayah-wilayah tertentu. Kecuali bahasa-bahasa daerah ini
terdapat juga bahasa-bahasa daerah lain yang dipakai oleh orang-orang pendatang
yang berasal paling utama dari daerah-daerah tetangga, seperti Bahasa Sangi,
Bahasa Talaud, Bahasa Bolaang Mongondow, Bahasa Gorontalo dan lain-lain.
Bahasa
resmi yang dipergunakan di kantor-kantor, sekolah-sekolah, gereja-gereja dan
lain-lain pertemuan adalah Bahasa Indonesia. Di samping itu terdapat lagi
bahasa Melayu, Minahasa atau juga disebut Melayu-Manado. Bahasa ini merupakan
bahasa pengantar antar sub-etnis di Minahasa. Bahasa ini hanya merupakan bahasa
percakapan, lisan dan bukan merupakan bahasa tulisan. Bahasa ini pada mulanya
hanya dipakai oleh orang-orang Borgo yang menempati beberapa desa di pantai
Minahasa seperti Manado, Kema, Tanawangko, Amurang, Likupang dan Belang. Bahasa
ini agaknya dibawa oleh orang-orang Borgo dari Maluku-Utara dalam hal ini
Ternate, bahasa yang dikenal dengan nama Bahasa Melayu-Maluku.
Hal
ini jelas nyata sekali pada perbendaharaan kata-katanya yang mengandung banyak
kata-kata Ternate. Bahasa Melayu yang dipergunakan di sekolah-sekolah pada abad
yang lalu dan kemudian juga dalam surat kabar Tjahaja Siang yang terbit pada
abad yang sama adalah Bahasa Melayu, bahasa yang dipergunakan oleh
pekabar-pekabar Injil Protestan di Minahasa, Bahasa Melayu Minahasa ini
tidaklah sama dengan bahasa Melayu Minahasa atau bahasa Melayu Manado yang
merupakan bahasa lisan atau percakapan oleh orang-orang Borgo yang kita sebut
di atas.
Bahasa
Melayu lisan ini kemudian menjadi Bahasa Pengantar di Manado dan lama-kelamaan
orang kota Manado meninggalkan bahasa daerahnya dalam hal ini Bahasa Tombulu’.
Dari kota Manado-lah Bahasa Melayu Manado ini mulai menyebar ke daerah
Minahasa, dan juga menyebar ke ibukota-ibukota daerah-daerah di Sulawesi Utara,
melalui pedagang-pedagang, orang-orang bersekolah, pegawai-pegawai baikpun
negeri atau pun swasta dari atau ke Manado ke kota-kota lainnya di luar Minahasa
di Sulawesi Utara Tengah.
Dengan
demikian Bahasa ini merupakan bahasa penghubung antar suku di Sulawesi Utara
Tengah. Olehnya juga kita lebih cocok menamainya bahasa Melayu-Manado daripada
bahasa Melayu Minahasa.
Dalam
Bahasa Melayu-Manado terdapat kata-kata asal bahasa Portugis seperti lenso
“saputangan”, forsa “tegap kuat”, flesko “botol
persegi”, asal bahasa Spanyol sombar “bayang”, tripang “usus”, fastiu “bosan”,
asal bahasa Belanda floit “siul” suling, Mandak “Senin”, taflak
“kain alas meja”, flao “pingsan” dan dari bahasa-bahasa daerah seperti
bahasa Minahasa, kawanua “orang sekampung”, kalakeran “milik
banyak orang” komunal, tinutu’an “bubur Manado” dan asal bahasa Ternate
dodoku “jembatan”, cirri “jatuh”, oko “dagu”
dan lain sebagainya.
Bahasa-bahasa
Minahasa adalah bahasa-bahasa daerah yang asli yang terdapat di Minahasa, yang
terdiri dari Bahasa Tondano, Bahasa Tonsea, Bahasa Tombulu’, Bahasa Tontemboan
dan Bahasa Tonsawang.
Selanjutnya
terdapat Bahasa Bantik, Bahasa Ratahan, dan Bahasa Ponosakan. Bahasa Tondano,
Bahasa Tombulu’ dan Bahasa Tonsea’ disebut orang juga bahasa-bahasa Minahasa
Utara dan menurut penelitian termasuk bahasa-bahasa yang sangat kerabat satu
dengan yang lain. Bahasa Tontemboan dan Bahasa Tonsawang disebut Bahasa-Bahasa
Minahasa Selatan.
Kedua
bahasa ini masih juga kerabat dengan ketiga bahasa tersebut tadi, akan tetapi
agak lebih jauh jaraknya, sama saja dengan jarak antara Bahasa Tontemboan dan
Bahasa Tonsawang. Hal ini lebih jelas kita lihat dalam diagram seperti berikut
:
Bahasa
Bantik dan Bahasa Ratahan menaruh persamaan dengan Bahasa Sangi, sehingga kedua
bahasa itu dikelompokkan pada bahasa Sangi. Bahasa Ponosakan menaruh persamaan dengan
Bahasa Bolaang Mongondow, sehingga bahasa itu dikelompokkan pada bahasa Bolaang
Mongondow. Akan tetapi semua bahasa-bahasa yang disebutkan tadi dikelompokkan
pada keluarga bahasa Filipina.
Bahasa
Tondano dipergunakan orang di wilayah keliling Danau Tondano di bagian Barat,
bagian Selatan dan bagian Timur sampai di pantai Timur. Bahasa Tondano terdiri
atas tiga dialek, yaitu dialek induk Tondano, dialek Kakas dan dialek Rombokan.
Dialek
yang terbesar dalam wilayah dan jumlah penutur terdapat dibagian Utara, yakni
di kota Tondano dan sekitarnya atau dengan pendek disebut kecamatan Tondano,
selanjutnya di kecamatan-kecamatan Eris dan Kombi.
Kemudian
terdapat dialek Kakas yang penuturnya merupakan penduduk kecamatan Kakas dan
dialek Rembokan yang penuturnya merupakan penduduk kecamatan Rembokan.
Selanjutnya
penutur bahasa Tondano dengan dialek-dialeknya terdapat di Minahasa Selatan di
kecamatan-kecamatan Tompaso’-Baru dan Modoinding, yakni penutur dialek induk
Tondano terdapat di desa-desa sebagai berikut : Pinaesaan, Kinalawiran,
Kinaweruan, Liningaan, Bojonegoro, dan Dialek Kakas di desa Temboan atau
Polimaan dan dialek Remboken di desa Kinamang. Kesemuanya terletak dii
kecamatan Tompaso-Baru. Di Kecamatan Modoinding terdapat penutur dialek Kakas
di desa-desa Wulur-maatus Palolon, Makaaroyan, Pinasungkulan, Lineleyan dan
penutur dialek Remboken di desa Sinisir dan Kakenturan dan penutur dialek induk
Tondano di desa Mokobang.
Dialek
induk Tondano “raa”, dialek Kakas “daha” dan
dialek Remboken “ndaha” ‘darah’; Tondano “talinga”, Kakas
lunteng dan Remboken lunteng “telinga”. Jikalau Tondano dan Remboken memakai
sisipan -in-, maka Kakas memakai awalan ni-, dalam arti telah selesai
melakukan, perfektum.
Bahasa
Tonsea’ dipergunakan orang dibagian Timur Laut Minahasa, dan wilayahnya
merupakan wilayah yang agak luas, kecuali di pulau-pulau di sebelah Utara dan
Timurnya, yaitu di pulau-pulau Bangka, Talisei dan Lembeh.
Pada
tahun-tahun dua puluhan dari abad ini orang-orang dari Tondano dan sekitarnya
datang membuka perkebunan di sebelah Utara dan Timur Gunung Dua Sudara dan
Gunung Klabat, dalam hal ini di sekitar desa sekarang Danowudu’ dan Duasudara.
Bahasa
Tonsea terdiri atas dua dialek, yaitu dialek-induk Tonsea’, yang dipergunakan
di sekitar Ibukota Airmadidi, Tatelu dan Minaweret dan dialek Kalabat-Atas yang
dipergunakan di sekitar Maumbi dan Likupang.
Dalam
dialek induk Tonsea terdapat kata wed-wed “dada” dan dalam dialek Klabat
Atas werwer. Tonsea dani’na “daun”, Kalabat Atas rari’na. Tonsea dida
“lidah”, Kalabat Atas lida’, Tonsea’ doud “Air”,
Kalabat Atas dour dan Tonsea’ kudo “putih”,
Kalabat Atas puti, Tondano “kulo”.
Bahasa
Tombulu’ dipergunakan di Minahasa bagian Barat-Laut sampai di pantai Barat bagian
Utara Minahasa. Bahasa ini berpusat di Tomohon, Sarongsong, Kakaskasen, Tanawangko’
sampai sebenarnya di inti Kota Manado, akan tetapi di kota Manado penutur telah
beralih menggunakan bahasa Melayu-Manado tahun-tahun tiga puluhan dari abad
ini, sekitar 90 tahun lalu.
Bahasa
ini yang merupakan bahasa pertama yang dikenal oleh para pendatang, orang
Barat, oleh karena bahasa ini dipergunakan di kota Manado sejak semula.
Istilah-istilah dalam pemerintahan Minahasa, dalam peradilan, hukum, agama
alifuru dan lain-lain semua berasal dari bahasa ini, seperti mapalus, kawanua,
kalakeran, waruga, walak, empung, pasini, posan, walian, individual, pemuka
agama Alifuru, pemimpin agama di kebun, tonaas dan lain-lain yang
berarti gotong-royong, teman sedesa, komunal, peti kubur batu, distrik, Allah,
keramat berasal dari bahasa Tombulu’ demikian juga dengan istilah kesenian
seperti maengket, marambak dan lain-lain. Dalam
Bahasa Tombulu terdapat dua dialek besar yakni yang memakai awalan “ni” dan
memakai sisipan “ni” dalam arti perfektum.
Yang
pertama terdiri dari dialek-dialek Tomohon Sarongsong, Tombariri dan yang kedua
terdiri dari dialek-dialek Kakaskasen, Klabat Bawah (Paniki Atas dan Paniki
Bawah) dan Aros (Kamangta, Sawangan). [besambung ke bagian 2]…
No comments:
Post a Comment