Negeri Mandolrang zaman dahulu adalah tempat
kediaman masyarakat Bantik yang aman, tenteram dan sangat indah, terletak di antara
Tateli dan Tanah Wangko, Minahasa, Sulawesi Utara.
Di negeri Mandolrang inilah untuk pertama
kalinya mereka mengadakan musyawarah (dalam bahasa Bantik disebut “Bakidang”),
untuk memilih dan mengangkat pemimpin-pemimpin sebagai berikut :
Gudangne
Dipilih
dari seorang tua, mantan panglima perang, pandai, cerdik dan jujur. Diangkat
menjadi pemimpin yang mengatur kesejahteraan masyarakat Bantik.
Potu’o’san
Dipilih
dan ditentukan beberapa orang-tua yang berpengalaman dan bijaksana, sebagai
penasehat “Gudangne” dalam hal mengatur masyarakat. Potu’o’san bersama Gudangne
juga adalah anggota Bakidang. Bawahan dari Potu’o’san disebut Talrenga.
Mogandi
Dalam
bahasa Bantik artinya panglima perang. Dipilih dari seorang pahlawan, kuat,
berani dan perkasa dalam peperangan. Mogandi memimpin pasukan perang yang
terdiri dari :
Su’a’lrang
Pinatandu, bawahan Mogandi’.
Su’a’lrang,
bawahan Su’a’lrang Pinatandu.
Kohote’i’,
bawahan Su’a’lrang.
Goguta
Adalah
layaknya lembaga peradilan tinggi yang memutuskan perkara-perkara yang sulit.
Anggota Goguta adalah orang tua-tua yang jujur dan cerdas pemikirannya. Bila
dijumpai perkara-perkara yang sangat sulit, biasanya Goguta yang diketuai
Gudangne berunding dengan Potu’o’san.
Selain
pemimpin-pemimpin masyarakat diatas, ada juga pemimpin yang mengatur dan
mengepalai suatu urusan. Mereka tidak dipilih, tetapi terangkat sendiri karena
memiliki kemampuan dengan bakat-bakat tertentu, yaitu :
Lrelre’a’ng
Ahli
mendengar dan mengartikan bunyi/suara burung, misalnya burung manguni, bahakeke
dll; apakah memberikan tanda baik atau buruk. Lrelre’a’ng mengepalai
urusan-urusan tersebut bila diperlukan masyarakat. Cara mendengar dan
mengartikan tanda-tanda ini disebut “Matubaga”.
Tona’a’sa
Ahli
mengepalai masyarakat dalam urusan-urusan tertentu seperti: perburuan,
perkebunan, pencarian di laut dan pesisir pantai (dalam bahasa Bantik disebut
“Mata’mbung”), dan lain-lain.
Balri’a’ng
Seorang
yang berbakat dan ahli mengatur upacara-upacara, ibadah, dan juga sering
mengobati orang sakit. Mongolra’i’ adalah cara mengobati orang sakit dengan
suatu upacara yang sudah diatur sebagaimana lazimnya, Balri’a’ng bertanya
kepada E’mpung, memohon agar jiwa si sakit dikembalikan. Balri’a’ng
berkata-kata dalam bahasa yang tidak dimengerti semalam-malaman, sehingga
dianggap jiwa Balri’a’ng juga pergi mencari dan meminta kembali jiwa si sakit.
Upacara mongolra’i’ ini hilang (berhenti) sekitar tahun 1930.
Edited
: Jeldy Tontey
Sumber
:
- Sejarah Anak Suku Bantik, Pdt. M. Kiroh, 1968
- Tuturan turun-temurun masyarakat Bantik, Sulawesi Utara
No comments:
Post a Comment